10 Des 2014

Minority


            Pernahkah kita mendengar tentang satu tulisan brilian, karya sastra brilian dari para penyandang disability? Adakah satu saja karya besar mereka di bidang seni entah tari tarian, nyanyian, naskah atau apapun di dengungkan masa serentak, di agung agungkan, atau setidaknya di apresiasi entah itu positif ataupun negatif? Bagi saya mahluk awam yang sedikit sekali akses dengan dunia yang terlanjur dikotakkan untuk mereka, tentu tidak. Tak pernah sekalipun. Ada beberapa penyandang cacat yang sering muncul dalam buku tokoh tokoh besar, tapi itu dulu sekali, sudah lama sekali sejak mereka meninggal. Di jaman sekarang ini, yang globalisasi sudah digembor gemborkan, internasionalisasi dimana dimana, tertinggal dimana suara para penyandang cacat? Apakah mereka memang tak sanggup membuat karya? Menciptakan karya seni? Jawabannya tentu saja tidak begitu. Mereka tentu bisa menciptakan sebuah karya. Lalu mengapa jarang sekali ada yang muncul di permukaan? 1:1000
             Dengan cara para pandang yang berbeda, dengan berada di kotak berbeda, sangat mungkin pengalaman hidup mereka lebih luar biasa, lebih tidak biasa dari orang orang normal kebanyakan. Yang hidup nyaman dalam kotak bernama mayoritas. Mereka, oh sudahlah sungguh tak nyaman menyebut para disability dengan mereka. Aku akan masuk dalam kotak disability. Bukankah saya juga punya cacat sana sini. Cacat fisik, cacat mental. Tak ada manusia yang tidak cacat. Kenapa saya dengan lancangnya bilang begitu? Karena para agamawan, sering sekali bilang. Tidak ada manusia yang sempurna, itu berarti tidak ada manusia yang tidak punya cacat. Saya juga masuk dalam kotak minoritas, kaum disability. Silahkan tetap dalam kotak anda jika tidak setuju, saya hanya penulis, jauh dari hak memaksa. Hanya pemerintah yang berhak memaksa, memaksakan harga BBM naik, memaksakan rakyat miskin semakin miskin. Hanya pemerintah yang berhak, dan sudahlah, cabang ini tak seharusnya di bahas disini.
               Dalam kotak yang berbeda, kami memiliki kesempatan besar untuk menciptakan suatu karya dengan sudut pandang berbeda. Dalam hal ini karena saya penulis, kami memiliki kemungkinan besar menciptakan tulisan dengan sudut pandang berbeda. Yang akan memperluas cakrawala sastra di dunia. Baiklah, tak nyaman juga membuat diri sendiri mewakili kaum disabilty, padahal tak pernah sejengkalpun saya masuk di dunia mereka kecuali lewat film film yang diciptakan oleh sudut pandang orang orang di kotak mayoritas. Tak adil buat kaum disability, tak pantas buat saya. Maka selanjutnya saya akan berada di luar kotak, pihak ketiga. Semoga bisa tepat berada ditengah kedua kotak.



             Penyandang cacat tak pernah minta dilahirkan secara cacat, semua manusia ingin diciptakan sempurna, karena itulah tak ada satupun yang sempurna. Karena kesempurnaan sudah cukup hanya menjadi keinginan. Beberapa manusia diciptakan istimewa, berbeda dengan manusia lain yang menyebut diri mereka normal. Dan yang berbeda masuk dalam kotak minoritas. Parahnya, karena keterbatasan mereka, karena keberbedaan mereka, karena sedikitnya jumlah mereka, mereka kesulitan, para disability kesulitas mengungkapkan pendapat.

              Karena kebiasaan dari kecil, sejak dini berada di kotak yang berbeda, membuat orang orang dari kedua kotak saling asing satu sama lain. Para mayoritas yang adalah orang orang normal memandang asing setiap kali ada penyandang disability disekitarnya. Hal ini terlihat jelas ketika suatu media massa entah itu radio, tv atau bermacam media cetak sedang mengekspos tayangan tentang penyandang disability maka program itu akan menjadi hal menarik bagi kaum awam. Program yang seyogyanya mengangkat bagaimana kehidupan dan keterbatasan akses mereka dengan dunia luar, yang seyogyanya mendapat simpati masyarakat dan menyadarkan untuk membenahi sana sini tak ayal hanya menjadi tontonan menarik, sudah berhenti sampai disitu saja tanpa aksi yang berarti. Ini tidak sepenuhnya salah karena memang para penyandang disability asing bagi mereka.
              Lalu siapa yang salah? Apa yang salah? Sehingga patut segera ditangani dan dibenahi meski prosesnya tentu tak secara instan. Sistem, mari pecahkan kotaknya. Mari berbaur. Mari saling bersama sama dan melihat satu sama lain di semua sistem kehidupan. Pendidikan, kesehatan, pekerjaan, informasi.
              Dimulai dari hal kecil saja, dari diri sendiri. Bahkan saya mungkin bisa memulai dari diri sendiri yang pada kenyataannya memang tak pernah berdekatan langsung dengan mereka. Mari mulai dengan peka terhadap lingkungan sosial. Apa yang salah? Dimana kotak kotak disability disimpan dalam masyarakat sekitar saya? Dan mulai mendekat, mengenal, berbaur dengan mereka. Untuk yang berprofesi, apapun itu. Mari merangkul mereka. Jika anda bos maka bisa mulai merekrut karyawan profesional yang tak harus menjadi normal. Jika kalian penulis, ajak para penyandang disability untuk mulai menulis dan membantu mengangkat karyanya kepermukaan. Jika anda mahasiswa maka bantu buka kesempatan bagi para disability untuk bisa masuk ke perguruan tinggi anda. Apapun profesi anda, siapapun anda. Mari bantu pecahkan kotaknya.
                Penyandang cacat bukan bebarti tak memiliki potensi, bantu dunia mendengar suara mereka, bantu dunia melihat mereka, lama kelamaan dunia akan mengakui mereka. Hal seaneh apapun, jika sudah terbiasa akan menjadi biasa. Dengan terbiasa bersentuhan, berinteraksi dengan para penyandang disability, dengan sering menemui mereka di segala bidang maka orang orang normal, kotak mayoritas akan terbiasa. Tidak akan merasa asing lagi dengan keberadaan mereka, anak anak akan berhenti mengejek para penyandang cacat yang berarti mengajarkan mereka untuk menghargai perbedaan, menerima kekurangan dan mengakui kelebihan orang lain. Hal hal seperti itu tentu tak pernah didapat dari bangku kaku pendidikan kita. Dengan menerima mereka, mencoba mengenal para penyadang disability, dengan menghancurkan kotak, dengan tidak lagi mengkotak kotakkan pendidikan mereka, akses umum mereka, akses kesehatan mereka, akan membuat semua hal lebih mudah bagi penyandang disablity. Dan akan mengajarkan banyak hal bagi mereka kaum mayoritas. Dengan menghancurkan kotak, tak akan ada lagi diskriminasi. Semua orang berbeda, maka mari menghargai perbedaan masing masing. Sulit memang tapi bukan berarti mustahil.

0 komentar:

Posting Komentar

Labels

Popular Posts

BTemplates.com

Diberdayakan oleh Blogger.